Kasus.co.id, Jakarta – Respon tegas terkait dugaan kasus korupsi dalam tata Kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina diberikan Presiden ke-7 RI Jokko Widodo (Jokowi).
Kasus ini melibatkan sub-holding serta kontraktor kerja sama selama periode 2018-2023.
Jokowi menegaskan bahwa jika ada indikasi pelanggaran dalam periode tersebut, proses hukum harus dijalankan.
“Ya kalau ada kecurigaan, sudah digebuk dulu,” ujar Jokowi dalam wawancara, 9 Maret 2025.
Jokowi juga menekankan pentingnya manajemen yang kokoh di Pertamina, mengingat perusahaan tersebut memiliki kekuatan besar.
“Pertamina merupakan BUMN besar dan memiliki kekuatan yang sangat besar. Oleh karena itu, manajemennya juga harus kokoh dalam menjalankan setiap prosesnya,” katanya.
Mengenai susunan manajemen, Jokowi menjelaskan bahwa direksi dan komisaris Pertamina dipilih melalui seleksi ketat yang melibatkan Tim Penilai Akhir (TPA), dan tidak ada penunjukan mendadak.
“Semua direksi dan komisaris dipilih melalui proses TPA. Tidak ada penunjukan yang mendadak karena ini menyangkut aset negara yang sangat besar,” jelasnya.
Jokowi juga menegaskan bahwa setiap produk Pertamina sudah melalui verifikasi dan uji kelayakan oleh Ditjen Migas sebelum dipasarkan.
“Sejauh yang saya tahu, setiap produk Pertamina telah diverifikasi, diuji, dan diberikan izin kelayakan untuk dijual oleh Ditjen Migas,” ungkapnya.
Meski begitu, Jokowi menegaskan bahwa sistem pengawasan yang ketat di Pertamina tidak berarti penyimpangan tidak mungkin terjadi.
“Ini perusahaan besar yang seharusnya memiliki sistem kontrol yang ketat, baik oleh komisaris maupun direksi,” pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023, Kejaksaan Agung menemukan indikasi kerugian negara mencapai sekitar Rp193,7 triliun. Kerugian ini disebabkan oleh manipulasi volume impor minyak mentah dan bahan bakar, serta penyalahgunaan harga jual bahan bakar.
Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka terkait kasus ini, termasuk eksekutif dari Pertamina dan mitra kontraktor.
Para tersangka diduga terlibat dalam kolusi untuk meningkatkan volume impor minyak mentah, mengabaikan kewajiban pengadaan domestik, serta melakukan mark-up biaya transportasi.
Tak hanya itu, terdapat pula dugaan bahwa Pertamina Patra Niaga mencampur bahan bakar subsidi dengan bahan bakar berkualitas lebih tinggi dan menjualnya dengan harga yang lebih tinggi, yang juga berkontribusi pada kerugian negara.