Kasus.co.id, Jakarta – Berkas perkara Hendry Lie (HL) telah dilimpahkan oleh Penyidik Kejaksaan Agung ke Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 14 Januari 2024. Dengan pelimpahan tersebut, Hendry akan segera disidangkan dalam perkara korupsi timah.
“Kejaksaan Agung telah melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti atau Tahap II atas tersangka HL,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, Selasa, 14 Januari 2024.
Hendry merupakan satu dari 23 tersangka kasus tindak pidana korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk periode 2015 – 2022.
Kasus ini juga menyeret sejumlah pengusaha smelter di Bangka, hingga terpidana Harvey Moeis dan pemilik money changer Helena Lim.
Hendry berperan sebagai beneficiary owner atau penikmat manfaat dari PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN) dalam kasus timah yang merugikan negara sebesar Rp 300 triliun itu.
PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN) merupakan salah satu dari lima perusahaan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti melakukan kerja sama ilegal dengan PT Timah.
Pria berusia 59 tahun itu sempat menjadi buron sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 15 April 2024.
Selama buron, pemilik saham maskapai penerbangan Sriwijaya Air tersebut diketahui berada di Singapura dan baru ditangkap kejaksaan pada18 November 2024 di Bandar Udara Soekarno-Hatta.
Hendry ditangkap Kejaksaan, saat dia hendak pulang diam-diam ke Indonesia dengan pesawat batik Air.
Hendry Lie berperan aktif dalam melakukan kerja sama penyewaan peralatan peleburan timah ke PT Timah menurut kejaksaan. Dalam kerja sama itu PT Timah harus membayar US$ 3.700 per ton ke PT TIN.
Kerja sama itu lah yang kemudian dinilai kejaksaan merugikan negara karena nilainya nyaris empat kali lipat dari biaya produksi normal.
Audit yang dilakukan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat itu menyebut PT Timah sebenarnya bisa melebur sendiri bijih timah miliknya dengan biaya hanya US$ 100 per ton.