Kasus.co.id, Jakarta- Kejaksaan Agung (Kejagung) menginformasikan perkirakan kerugian uang negara dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas 109 ton PT Antam periode 2010-2022, mencapai Rp1 triliun.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyatakan angka pasti kerugian uang negara dalam kasus itu masih dihitung oleh ahli.
“Penyidik sedang melakukan koordinasi dengan ahli untuk melakukan penghitungan kerugian uang negara, tapi dari estimasi sementara yang dihitung oleh penyidik, namun pastinya tentu didasarkan pada perhitungan ahli yang kita harapkan bisa selesai dalam waktu dekat, itu di kisaran Rp1 triliun,” kata Harli di Kejaksaan Agung, Kamis (18/7) malam.
Harli menegaskan bahwa emas Antam yang beredar di masyarakat merupakan emas asli.
“Emas itu tidak palsu, tapi hak merk yang dimiliki PT Antam itu dilekatkan secara ilegal oleh para tersangka, sehingga ada selisih harga dari harga pembelian dengan dilekatkannya merk tersebut,” ujarnya.
Tujuh Tersangka Baru PT.Antam
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengumumkan tujuh tersangka baru kasus korupsi 109 ton emas dengan modus menggunakan label PT Antam tanpa adanya kerja sama.
Penetapan tujuh tersangka baru ini dilakukan setelah penyidik melakukan pemeriksaan secara internal.
“Sehingga penyidik setelah melakukan ekspose secara internal, menetapkan ke-7 orang tersebut sebagai tersangka,” ucapnya dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (18/7/2024).
Harli menyebut, tujuh tersangka baru ini berinisial LE, SL, SJ, JT, HKT, GAR, dan DT yang merupakan vendor jasa manufaktur untuk mencetak logo PT Antam di emas dagangan mereka.
Dengan penetapan tujuh tersangka yang baru, kasus korupsi emas 109 ton tersebut kini memiliki total 13 tersangka.
Enam tersangka sebelumnya antara lain pernah menjabat mantan General Manager (GM) Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UB PPLM) PT Antam Tbk.
Mereka berinisial TK selaku GM pada periode 2010-2011, HN selaku GM periode 2011-2013, dan DM selaku GM periode 2013-2017.
Lalu, AH selaku GM periode 2017-2019, MAA selaku GM periode 2019-202, dan ID selaku GM periode 2021-2022.
Para tersangka diduga telah menyalahgunakan kewenangannya dengan melakukan aktivitas manufaktur ilegal.
Mereka juga melakukan kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia yang tidak sesuai dengan ketentuan dan aturan PT Antam.
Padahal, seharusnya pelekatan merek logam mulia PT Antam tidak bisa dilakukan secara sembarangan tanpa adanya izin ataupun kontrak kerja.
Selain itu, keenam tersangka dalam periode tersebut setidaknya telah mencetak logam mulia dengan berbagai ukuran dengan total berat sebanyak 109 ton.
Para tersangka ini dijerat Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.