Kasus.co.id, Jakarta – Pemerintah resmi memutuskan untuk mengimpor 200.000 ton gula mentah, hal ini diputuskan dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Pangan pada 12 Februari 2025. Tujuan impor gula sebanyak itu karena cadangan gula pemerintah (CGP) menipis hingga harga gula konsumsi di pasar tinggi.
Kuasa Hukum Tom Lembong Zaid Mushafi membandingkan keputusan ini dengan keputusan Tom, Menteri Perdagangan 2015 yang juga melakukan impor demi menstabilkan harga. Apalagi kondisi saat itu terjadi kenaikan harga yang lebih tinggi dibandingkan saat ini.
“Mungkin tahun ini lagi baik-baik saja, mungkin lebih baik dari tahun itu, tapi kondisi hari itu, semua komoditas ya, khususnya gula itu lagi sangat kacau, kita butuh tindakan tindakan cepat, kebijakan-kebijakan strategis. Nah, kebijakan impor ini diambil dengan mekanisme mengimpor gula kristal mentah dan diolah menjadi gula kristal putih disini, itu sudah mempertimbangkan situasi dan kondisi yang terjadi saat itu,” kata Zaid di Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Kebijakan melakukan impor gula kristal mentah dan merubah menjadi GKP dan didistribusikan kepada masyarakat itu solusi yang tepat pada saat itu, dan berhasil mengatasi masalah dalam kenaikan harga gula. Ia menyayangkan masalah yang timbul justru terjadi belakangan, yakni ketika adanya dituding adanya birokrasi yang tidak sesuai, padahal hal teknis seperti itu bisa diperbaiki ketika terjadi kesalahan, meski pada akhirnya tidak ada juga yang memperbaiki.
“Seluruh surat-menyurat, ya kan seluruh korespondensi dan izin, persetujuan impor ya, bukan izin impor, persetujuan impor yang diterbitkan Pak Tom Lembong itu ditembuskan ke seluruh kementerian yang terkait, artinya apa? kalau memang ada hal yang tidak benar, atau ada hal yang janggal, sudah sepastinya di saat itulah izin persetujuan-persetujuan itu dibantah oleh masing-masing kementerian, atau tidak disetujui oleh masing-masing kementerian gitu kenapa setelah 9 tahun seolah-olah ini bermasalah, padahal di saat itu ini tidak bermasalah,” kata Zaid.
Indonesia sendiri tidak pernah surplus gula, apalagi jika cara menghitungnya adalah per dua atau tiga bulanan, itu bukan hal yang tepat dalam menghitung sebuah surplus karena simulasi ideal memenuhi kebutuhan minimal per tahun.
“Kita pernah membuktikan itu di sidang peradilan karena hasil atau kemampuan Indonesia dalam memproduksi gula kristal putih itu tidak sebanding dengan kebutuhannya, itulah diperlukan mekanisme import selain karena kebutuhan stok, menjaga stok, ada juga menjaga harga gula, harga di saat itu lagi tinggi itu bagaimana mekanisme pengadaannya biar bisa segera direalisasikan di daerah-daerah yang harganya tinggi, itulah dilakukan import, jadi ada dua alasan import itu satu menjaga stok, yang kedua itu untuk menstabilisasi harga,” ujar Zaid.
Demi menstabilisasi harga, pemerintah tidak mengimpor bahan karena harga jual ke masyarakat jauh lebih tinggi, untuk itulah diambil kebijakan mengimpor bahan mentah untuk diolah menjadi GKP. Ada banyak keuntungan dengan melakukan mekanisme itu, diantaranya devisa negara bertambah karena kita mengimpor bahan mentah dan mengelolahnya menjadi bahan jadi. Kedua, membuka lapangan pekerjaan baru karena ada proses merubah mentah menjadi matang itu tadi. Ketiga harga jual ke masyarakat itu jauh lebih stabil ketimbang mengimpor bahan jadi.
“Keempat impor GKM diubah kemudian menjadi GKP, GKP kemudian disebar ke masyarakat itu dalam perhitungan ahli pada saat kita di sidang peradilan itu masyarakat sangat diuntungkan dengan penurunan harga itu kurang lebih ada sekitar hampir Rp8 triliun ya,” kata Zaid.