Kasus.co.id, Jakarta – Said Iqbal selaku Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Partai buruh menyebutkan bahwasnya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap hampir 10.000 karyawan PT Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah, ilegal.
Said Iqbal mengatakan bahwa PHK tersebut bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 68 Tahun 2024.
“Partai Buruh dan KSPI menyatakan, saya ulangi, Partai Buruh dan KSPI menyatakan, PHK karyawan Sritex sekitar 8.400 orang tersebut adalah ilegal,” kata Said dalam konferensi pers virtual, Minggu (2/3/2025).
Said menyebut bahwa PHK karyawan PT Sritex dinilai ilegal karena tidak didahului dengan mekanisme “bipartit” dan “tripartit.” Bipartit merupakan mekanisme perundingan antara buruh atau serikat pekerja dengan pengusaha.
Sementara itu, tripartit merupakan perundingan antara buruh, serikat pekerja, dan pihak ketiga sebagai mediator, yakni Dinas Ketenagakerjaan setempat.
“Di dalam keputusan MK, mekanisme PHK itu dimulai dengan bipartit,” ujar Said.
Jika mekanisme bipartit benar dijalankan, kata Said, akan terdapat notulensi hasil perundingan antara serikat pekerja dengan pimpinan perusahaan.
Notulensi itu seharusnya disetujui seluruh karyawan dan memuat penjelasan mengenai alasan PHK.
Dalam kasus PHK PT Sritex yang dinyatakan pailit atau bangkrut berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA), harus dijelaskan alasan pailit, nilai kekayaan, dan aset perusahaan terkini, serta pihak yang akan membayar pesangon.
“Jadi siapa yang membayar pesangon?” kata Said.
Namun, KSPI tidak menemukan notulensi tersebut. Pihaknya justru mendapati karyawan diminta mendaftar PHK satu per satu. Umumnya, kata dia, permintaan untuk mendaftar PHK diwarnai ancaman atau tindakan memanipulasi karyawan.
“Berarti kalau apa benar yang terjadi dengan mendaftar PHK itu ada intimidasi. Atau orang karyawan tersebut dibodoh-bodohi, tidak dijelaskan tentang mekanisme PHK,” tuturnya.
Di sisi lain, sampai saat ini, berdasarkan informasi yang dihimpun KSPI dari pemberitaan media massa, karyawan belum mengetahui nilai pesangon yang akan diterima karyawan Sritex.
“Ini kami bisa menuntut perusahaan Sritex dengan tuntutan penggelapan uang buruh. Tidak ada satupun buruh yang tahu berapa pesangonnya,” ujar Said.
Diketahui sebelumnya, ribuan karyawan PT Sritex di Sukoharjo menggelar perpisahan dengan keluarga Lukminto pada Jumat (28/2/2025).
Perpisahan dilakukan lantaran mulai 1 Maret 2025, perusahaan tekstil terkemuka itu resmi tutup setelah 58 tahun beroperasi.
Perpisahan diwarnai dengan tangis para pegawai yang dirumahkan tepat di hari pertama bulan Ramadhan.