Kasus.co.id, Jakarta – Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong didakwa melakukan tidak pidana memperkaya orang lain yang mengakibatkan kerugian negara Rp578 miliar, karena menerbitkan 21 surat persetujuan impor gula kristal merah yang diolah menjadi gula kristal putih kepada perusahan gula rafinasi swasta.
Kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi menjelaskan alasan di balik keputusan tersebut yang berfokus pada kebutuhan untuk menjaga stok gula dan menstabilkan harga di tengah kondisi yang sulit saat itu.
Menurut Zaid, salah satu alasan utama di balik impor gula kristal mentah (raw sugar) adalah Indonesia yang sejak 1995 tidak pernah mengalami surplus gula.
“Jika melihat data yang ada, Indonesia tidak pernah surplus gula. Bahkan jika dihitung berdasarkan periode dua bulan atau tiga bulan, itu bukan cara yang tepat untuk menentukan surplus. Yang dibutuhkan adalah evaluasi tahunan, dan pada 2015-2016, Indonesia mengalami kekurangan yang cukup besar,” ujar Zaid dalam keterangannya, Senin (10/3/2025).
Saat itu, kapasitas produksi gula dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat. Zaid menyebutkan bahwa pada tahun tersebut, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ketimpangan antara produksi gula kristal putih dan kebutuhan pasar yang sangat menganga.
“Kita perlu mekanisme impor untuk memenuhi kebutuhan tersebut, baik untuk menjaga stok maupun menstabilkan harga. Harga gula saat itu sudah sangat tinggi, dan impor menjadi solusi untuk menekan harga agar dapat segera diterapkan di daerah-daerah yang terdampak harga tinggi,” katanya.
Zaid menekankan bahwa impor gula mentah pada 2015 juga dipilih untuk menjaga kestabilan harga. Impor bahan mentah, seperti raw sugar, memiliki keuntungan besar. Pertama, karena Indonesia mengolahnya menjadi gula kristal putih (GKP), negara dapat memperoleh devisa tambahan. Kedua, impor mentah membuka lapangan pekerjaan baru karena adanya proses pengolahan gula.
“Ketiga, harga jual ke masyarakat akan lebih terjangkau daripada jika kita mengimpor gula kristal putih jadi. Ini penting karena harga yang lebih murah bisa langsung dirasakan oleh masyarakat,” jelasnya.
Impor gula mentah juga memungkinkan untuk menstabilkan harga gula di pasar dalam negeri. Zaid mengungkapkan bahwa dengan impor gula mentah, harga jual kepada konsumen bisa ditekan lebih rendah. “Dalam keterangan ahli yang disampaikan di sidang peradilan, masyarakat diuntungkan dengan penurunan harga gula sekitar hampir Rp8 triliun,” ujar Zaid.
Dengan mekanisme impor yang berjalan, meskipun pada tahun 2015 jumlah impor tidak terlalu besar, sekitar 105 ribu ton, kebutuhan gula domestik tetap dapat dipenuhi dan harga tetap terjaga. Selain itu, Zaid juga menjelaskan mengapa pihak swasta dilibatkan dalam impor gula pada tahun 2015.
“Tidak ada larangan untuk melibatkan swasta dalam impor gula mentah. Selama mereka memiliki izin impor, mereka bisa melakukannya. Kita perlu gula dengan harga yang terjangkau, dan bekerja sama dengan pihak swasta adalah cara yang tepat. Mengimpor gula kristal putih yang sudah jadi oleh BUMN akan sangat mahal dan harga jualnya tentu akan lebih tinggi,” tegas Zaid.
Ia menambahkan bahwa aturan yang ada pada saat itu tidak melarang kolaborasi dengan swasta, asalkan memenuhi syarat administrasi yang berlaku.
Mengapa BUMN tidak langsung melakukan impor? Zaid menjelaskan bahwa PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia) sebagai badan milik negara tidak memiliki kapasitas untuk menangani impor gula pada waktu itu. “Dalam konteks bisnis, jika suatu perusahaan memiliki kemampuan untuk melaksanakan impor, mereka akan melakukannya sendiri. Namun, PPI tidak memiliki struktur yang diperlukan untuk melakukan impor gula mentah. Jaringan distribusi lebih banyak dimiliki oleh swasta, terutama kooperasi yang sudah berpengalaman di bidang distribusi,” kata Zaid.
Kebijakan impor gula pada 2015 juga mendapat dukungan dari rapat terbatas yang digelar di Istana Presiden. Zaid mengungkapkan bahwa keputusan tersebut dibuat dengan pertimbangan yang matang, melihat kondisi pasar yang kacau dan membutuhkan langkah cepat untuk mengatasi kekurangan gula yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi.
“Kebijakan ini bukan keputusan yang diambil sembarangan. Semua keputusan terkait impor gula ini sudah melalui proses persetujuan dari berbagai kementerian terkait. Surat persetujuan yang diterbitkan Tom Lembong sudah ditembuskan kepada seluruh kementerian terkait. Jika ada yang salah, kenapa tidak ada keberatan waktu itu?” ujar Zaid.
Zaid juga menambahkan bahwa meskipun ada suara berbeda mengenai kebijakan ini, keputusan impor gula di 2015 terbukti berhasil menjaga stabilitas harga dan memenuhi kebutuhan konsumen. Ia pun mempertanyakan mengapa kebijakan yang diambil hampir 9 tahun lalu kini dipersoalkan, padahal pada saat itu semua prosedur yang ada telah dipatuhi dengan baik.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Zaid memastikan bahwa keputusan Tom Lembong untuk mengimpor gula di 2015 merupakan langkah yang tepat, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Kebijakan ini, menurutnya, telah membantu menjaga ketersediaan gula, menstabilkan harga, dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat.