Kasus.co.id, Jakarta – Gedung HK Tower di MT Haryono, Cawang Jakarta Timur Digeledah Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri.
Penggeledahan ini terkai dengan pengusutan kasus dugaan korupsi pekerjaan proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula Djatiroto PTPN XI terintegrasi Engineering, Procurement, Construction, and Commisioning (EPCC) Tahun 2016.
“Iya betul, lagi sedang berjalan, sedang berlangsung (penggeledahan),” kata Waka Kortas Tipidkor Polri Brigjen Arief Adiharsa saat dikonfirmasi, Kamis, 20 Februari 2025.
Disebutkan Arief penggeledahan dilakukan sejak pukul 10.00 WIB. Penggeledahan dilakukan untuk mengumpulkan barang bukti dalam praktik rasuah tersebut.
“Ya tujuannya (menemukan barang bukti),” ungkapnya.
Arief belum bisa membeberkan apa saja barang bukti yang sudah ditemukan. Sebab, penggeledahan masih berlangsung.
“Belum. Masih berlangsung,” pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, Kortas Tipidkor tengah mengusut kasus dugaan korupsi pekerjaan proyek pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto PTPN XI terintegrasi EPCC Tahun 2016. Proyek ini telah direncanakan pada 2014.
“Proyek ini sebagai tindak lanjut program strategis BUMN didanai oleh PMN (Penyertaan Modal Negara) yang dialokasikan pada APBN-P tahun 2015,” kata Arief Adiharsa dalam keterangan tertulis, Selasa, 13 Agustus 2024.
Arief menjelaskan nilai kontrak proyek pengadaan tersebut sebesar Rp871 miliar. Hasil penyelidikan, ditemukan perbuatan melawan hukum pada proses perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, maupun pembayaran yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
“Sehingga, mengakibatkan proyek belum selesai dan diduga menimbulkan kerugian negara,” ujar Arief.
Adapun beberapa fakta penyidikan yang ditemukan penyidik. Di antaranya, anggaran pembiayaan proyek EPCC PG Djatiroto Lumajang kurang dan tak tersedia sepenuhnya sesuai dengan nilai kontrak sampai kontrak ditandatangani.
Kemudian Direktur Utama PTPN XI inisial DP dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT jauh sebelum lelang dilaksanakan sudah berkomunikasi intens. Mereka menjalin kerja sama untuk meloloskan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam sebagai penyedia untuk proyek pekerjaan konstruksi terintegrasi EPCC pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto Lumajang PTPN XI tahun 2016.
Arief mengungkapkan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT meminta panitia lelang membuka lelang, sedangkan harga perkiraan sendiri (HPS) masih diriview oleh tim konsultan PMC. Namun, panitia lelang tetap melanjutkan lelang padahal prakualifikasi hanya 1 PT WIKA yang memenuhi syarat.
“Sedangkan perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam dan 9 perusahaan lainnya tidak lulus. Untuk perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam gagal karena dukungan bank belum merupakan komitmen pembiayaan proyek dan lokasi workshop di luar negeri,” ungkap Arief.
Arief menambahkan isi dari kontrak perjanjian diubah dan tidak sesuai rencana kerja syarat-syarat (RKS) dengan menambahkan uang muka 20 persen dan menambahkan pembayaran letter of credit (LC) ke rekening luar negeri. Tahapan pembayaran procurement menguntungkan penyedia tanpa mengikuti proses good corporate governance (GCG).
Selain itu, Arief menyebut perjanjian ditanda tangani tidak sesuai dengan tanggal yang tertera dikontrak. Sebab, kontrak perjanjian masih dikaji atau dibahas oleh kedua belah pihak dari 23 Desember 2016 sampai Maret 2017.
“Proyek dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan, jaminan uang muka, dan jaminan pelaksanaan expired dan tidak pernah diperpanjang. Metode pembayaran barang impor atau letter of credit tidak wajar,” kata Arief.
Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan ini mengakibatkan proyek mangkrak hingga saat ini. Sedangkan, uang PTPN XI sudah keluar kepada kontraktor hampir 90 persen.
“Penyidik sudah mengirimkan surat ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk permintaan penghitungan kerugian negara dan hingga saat ini belum ada penetapan tersangka,” ucap Arief.