Kasus.co.id, Jakarta – Jaksa KPK hadirkan eks PNS Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), Arif Jatmiko, sebagai saksi sidang kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI.
Arif dicecar soal latar belakang pendidikan hingga proses pengecekan perlengkapan untuk sistem proteksi TKI.
“Punya background IT Pak Jatmiko?” tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (16/7/2024).
“Saya sarjana ekonomi, kebetulan saya bekerja jadi staf di Balitfo (Badan Penelitian dan Informasi) di bagian jaringan,” jawab Jatmiko.
Jatmiko mengatakan dirinya bertugas membantu panitia penerima barang, mengecek merek, jumlah hingga spesifikasi barang untuk sistem proteksi TKI tersebut.
“Kronologinya awalnya saya mengikuti rapat di tanggal 17 Desember 2012, kemudian atas perintah itu saya diperintah Pak Anto untuk membantu panitia penerima barang untuk mengecek barang apakah nanti sudah sesuai dengan jumlah dan speknya pak, seperti itu bapak,” kata Jatmiko.
“Setelah ditunjuk?” tanya jaksa.
“Setelah ditunjuk kami, setelah ada pertemuan tanggal 17 Desember tadi saya diperintah oleh Bapak Anto untuk membantu pengecekan barang panitia penerima barang kemudian saya laksanakan mengecek barang apakah barang, dasar kami diberi checklist,” jawab Jatmiko.
“Pengadaan apa ini?” tanya jaksa.
“Kalau untuk saya hardware seperti komputer, server dan sebagainya,” jawab Jatmiko.
“Pengadaan barang untuk apa masih ingat nggak?” tanya jaksa.
“Untuk sistem aplikasi gitu Pak, aplikasi proteksi TKI,” jawab Jatmiko.
Jatmiko mengatakan pihaknya hanya melakukan pengecekan berdasarkan checklist yang diberikan.
“Nah, setelah itu ada nggak pada saat dalam rapat itu Saudara diberikan semacam pedoman atau panduan dalam melaksanakan tugas saudara?” tanya jaksa.
“Tidak Pak, hanya berupa checklist barang,” jawab Jatmiko.
“Ini kan satu tim sama Bu Erika, ini kan ada software ada hardware, kan gitu?” tanya jaksa.
“Betul bapak,” jawab Jatmiko.
Jaksa terus mendalami cara kerja Jatmiko selaku pemeriksa sistem proteksi TKI lantaran tak ada buku pedoman sebagai dasar pekerjaan. Jatmiko mengatakan pihaknya hanya mengecek barang.
“Kalau misalnya tidak ada panduannya bagaimana mungkin bisa dilaksanakan? tidak ada pedoman maksud saya, kan harus ada yang dipedomani pak ketika melakukan suatu pekerjaan pemeriksaan yang tugas pada bapak itu pada saat itu, nah bagaimana caranya itu jalau misalnya tidak ada pedomannya?” cecar jaksa.
“Jadi kami hanya membantu apakah barang itu sudah sesuai yang ada di checklist itu, mereknya, jumlahnya maupun speknya bapak. Dan sesuai dengan list yang diberikan ke saya,” jawab Jatmiko.
“Mekanisme saudara melakukan pekerjaan Saudara bagaimana? caranya Saudara melakukan pekerjaan Saudara bagaimana?” cecar jaksa.
“Saya, barangnya ada di situ kemudian saya cek mereknya, kemudian jumlahnya, kemudian speknya seperti komputer, mohon izin Bapak, saya nyalakan, saya lihat apakah itu hardisknya berapa GB kemudian RAM, memorinya berapa, dan kemudian mereknya seperti itu, dan sebagainya,” jawab Jatmiko.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Dirjen Binapenta) Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), Reyna Usman sudi merugikan keuangan negara sebesar Rp17.682.445.45 (Rp17,6 miliar). Hal ini terkait dengan kasus dugaan korupsi pengkondisian proyek pengadaan proteksi TKI.
Informasi yang didapatkan dari JPU, Reyna Usman melakukan kesepakatan dengan I Nyoman Darmanta selaku Pejabat Pembuatan Komitmen (PPK) pada proyek Pengadaan Sistem Proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) serta juga Karunia selaku Direktur PT.Adi Inti Mandiri (PT.AIM) yang juga sebagai terdakwa.
Kesepakatan Reyna Usman dengan I Nyoman Darmanta telah menyalah gunakan wewenang dan telah memperkaya Karunia selaku Direktur PT.AIM.
“Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” kata Luki dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
“Memperkaya Karunia sebesar Rp17.682.445.455 yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp17.682.445.455,” ujar JPU dalam membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Reyna Usman terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).