Kasus.co.id, Jakarta – Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang menerima titipan uang kerugian negara sebesar Rp 8.521.605.974.
Uang tersebut berasal dari kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan penyalahgunaan dalam pengelolaan Dana Pensiun Pegawai PDAM Kabupaten Semarang pada tahun 2017-2018.
Kepala Kejari Kabupaten Semarang, Ismail Fahmi, menyatakan bahwa terdakwa dalam kasus ini adalah MAS, yang menjabat sebagai Direktur PDAM Kabupaten Semarang pada periode 2014-2018.
“Bahwa pada tahap penuntutan di Pengadilan Tipikor Semarang, Direktur Utama Dapenma Pamsi Sularno, dalam hal ini selaku Badan Hukum Dana Pensiun Pemberi Kerja dengan Program Pensiun Manfaat Pasti, mengembalikan kerugian negara cq PDAM Kabupaten Semarang sejumlah Rp 8.521.605.974, yang diterima oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang,” ujarnya, Selasa (15/10/2024).
Ismail menambahkan bahwa uang tersebut selanjutnya dititipkan pada Rekening Penerimaan Lainnya (RPL) Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang di Bank BRI Cabang Ungaran.
Perkara ini berawal dari penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang.
“Penitipan uang kerugian negara tersebut sesuai dengan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas tindak pidana korupsi penyalahgunaan dalam pengelolaan Dana Pensiun Pegawai PDAM Kabupaten Semarang Tahun 2017-2018 oleh BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Tengah Nomor PE.03.03/R/LHP-18/PW11/5.1/2024 tanggal 31 Januari 2024, yang menunjukkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 8.521.605.974,” paparnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang telah menetapkan MAS sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan Dana Pensiun Pegawai PDAM tahun 2017-2018.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang, Raden Roro Theresia Tri Widorini, menjelaskan bahwa dugaan korupsi tersebut bermula pada tahun 2017 ketika MAS berkeinginan untuk meningkatkan manfaat pensiun bagi dirinya sendiri serta pegawai yang akan pensiun.
“Ini karena di akhir periode tahun 2018, Direktur Utama akan memasuki usia pensiun,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Kamis (2/5/2024).
“Untuk memuluskan rencananya, Direktur Utama membuat kebijakan tanpa kejelasan transparansi atas kenaikan PhDP (Penghasilan Dasar Pensiun) kepada Dewan Pengawas dan Bupati serta tanpa persetujuan Bupati, yang sengaja menguntungkan pegawai dan direksi agar pegawai atau direksi yang pensiun menerima manfaat pensiun yang jauh lebih besar,” kata Roro.
Lebih lanjut, Roro menjelaskan bahwa kenaikan PhDP tersebut bervariasi, dengan yang tertinggi mencapai empat kali lipat.
“Hal ini berdampak pada melonjaknya beban pembayaran iuran pensiun yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang Nomor 10 Tahun 1980 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Semarang,” tambahnya.