Kasus.co.id, Jakarta – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara telah berhasil menangkap buron yang diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek perbaikan jalan Muarasoma-Simpang Gambir di Kabupaten Mandailing Natal. Proyek tersebut dilaporkan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp3,74 miliar.
Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut, Yos Tarigan, mengonfirmasi bahwa tim yang dikenal dengan sebutan Tim Tabur (Tangkap Buron) telah mengamankan tersangka yang dikenal dengan inisial MPS, yang berperan sebagai rekanan pelaksana proyek jalan tersebut.
Tersangka MPS ditangkap pada Selasa malam, 27 Agustus, sekitar pukul 19.20 WIB, di rumah orang tua kandungnya di Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara.
Saat penangkapan berlangsung, pihak keluarga tersangka sempat melakukan upaya untuk menghalangi langkah tim Kejati, yang mengakibatkan terjadinya perdebatan kecil antara petugas dan keluarga MPS.
Yos menegaskan bahwa MPS, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Erika Mila Bersama, diketahui melarikan diri setelah ditetapkan sebagai tersangka. Saat ini, MPS sudah berada dalam penahanan.
Setelah ditangkap, tersangka dibawa ke kantor Kejati Sumut untuk menjalani proses penyidikan yang dilakukan oleh tim penyidik di unit tindak pidana khusus.
Yos juga menyebutkan bahwa MPS kini ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Medan.
Selain MPS, tim penyidik juga telah menahan tiga orang tersangka lainnya dalam kasus ini.
Mereka terdiri dari AHM, yang merupakan Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (KPA/PPTK), M, selaku PPTK, dan SA, yang bertindak sebagai konsultan supervisi. Semuanya kini ditahan di Rutan Kelas I Medan.
Yos Tarigan menjelaskan bahwa proyek perbaikan jalan provinsi Muarasoma-Simpang Gambir pada tahun anggaran 2020 didanai melalui APBD Sumatera Utara dengan nilai anggaran sebesar Rp18 miliar.
Namun, pelaksanaan proyek tidak berjalan sesuai dengan kontrak yang diatur, baik dari sisi waktu maupun kualitas dan kuantitas pekerjaan yang harus dilakukan.
Yos menambahkan bahwa PT Erika Mila sebagai penyedia pekerjaan mengalami keterlambatan dalam mobilisasi personel, peralatan, dan material sejak awal pelaksanaan kontrak.
Akibatnya, pihak penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan yang telah ditugaskan, yang berujung pada kerugian keuangan negara sebesar Rp3,74 miliar menurut audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia.
Keempat tersangka tersebut kini dikenakan pasal-pasal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mereka diancam dengan pasal-pasal terkait tindakan korupsi dan perencanaan melawan hukum.