Kasus.co.id, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dua tersangka terkait dugaan korupsi pembayaran komisi agen oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) tahun 2017-2020.
Dua tersangka itu adalah Direktur Operasi PT Jasindo 2013-2018 Sahata Lumban Tobing (SHT) dan pemilik serta pengendali PT Mitra Bina Selaras, Torras Sotarduga Panggabean (TSP).
“Tersangka SHT bersama Tersangka TSP telah mengambil manfaat dari pembayaran komisi agen yang dibayarkan PT Jasindo kepada PT Mitra Bina Selaras yang tidak melakukan kewajibannya atau tidak melaksanakan tugas keagenannya sehingga mengurangi keuntungan PT Jasindo yang menimbulkan kerugian negara,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi persnya, Selasa (27/8/2024).
Alex menyebut perkara ini dimulai pada tahun 2016 di mna salah satu divisi di PT Jasindo ingin mencoba bekerja sama dengan salah satu bank, namun terdapat fee based income sebagai komisi.
Kemudian Sahata dan Torras bertemu dalam reuni sekolah dan saling berkomunikasi terkait pekerjaan. Di mana saat itu Torras mengenalkan diri sebagai pemilik KSP Dana Karya.
“Dari perkenalan tersebut, tersangka SHT menyampaikan bahwa ada peluang kerjasama dengan PT Jasindo tetapi memerlukan dana yang besar. Dari perbincangan saat reuni tersebut, kemudian ditindaklanjuti oleh tersangka SHT dan tersangka TSP dengan mengadakan pertemuan-pertemuan yang terjadi dari rentang waktu 2016 sampai dengan awal 2017,” ujarnya.
Pertemuan itu membahas bahwa PT Jasindo sedang melakukan penjajakan kerjasama dengan pihak perbankan namun mensyaratkan pemberian fee based income, sedangkan PT Jasindo memiliki kelemahan dalam sistem pengajuan pembayaran itu.
Lalu Sahata dan Torras sepakat bekerja sama untuk memberikan sejumlah dana untuk membayarkan atau menalangi terlebih dahulu kewajiban fee based income dan akan dikembalikan melalui mekanisme pembayaran komisi agen termasuk dengan keuntungannya.
Dalam pembicaan itu, Torras juga berbicara soal pendirian agen asuransi dari PT Jasindo. Di mana Torras meminta komisi 10 persen dari agen itu.
Selanjutnya pada tanggal 21 Februari 2017, Torras mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang usaha penunjang asuransi bernama PT Mitra Bina Selaras.
Tetapi dalam akta pendiriannya, tersangka Torras tidak masuk sebagai pengurus ataupun pemegang saham.
“Tersangka TSP menggunakan para keponakannya sebagai pemegang saham dan pegawai KSP Dana Karya. Setelah ditunjuk sebagai agen, PT Mitra Bina Selaras memperluas keagenannya pada kantor cabang dibawah kewenangan supervisi Direktorat Operasi Ritel,” ujarnya.
Lebih lanjut, cabang merekapitulasi seluruh penutupan asuransi yang menggunakan kode akuisisi 200 dengan agen PT Mitra Bina Selaras untuk menghitung berapa besaran komisi agen yang akan diajukan ke kantor pusat.
Data itu kemudian dikirimkan oleh masing-masing kantor cabang ke PT Mitra Bina Selaras untuk dibuatkan surat permohonan pembayaran dengan menambahkan kop surat dan tandatangan sehingga seolah-olah PT Mitra Bina Selaras mengajukan pembayaran komisi agen atas prestasi yang telah dilakukan.
“Bahwa PT Mitra Bina Selaras dari mulai didirikan sampai dengan menerima komisi agen tidak terdaftar di OJK sesuai dengan peraturan OJK,” kata Alex.
Alex menyebut perbuatan Torras dan Sahata yang diduga mengambil manfaat dari pembayaran komisi agen telah menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 38 miliar.
2 Kasus di Korupsi Jasindo
Seperti diketahui, KPK mengumumkan tengah melakukan penyidikan terkait dugaan korupsi di PT Asuransi Jasa Indonesia atau Jasindo. Ada dua kasus dugaan korupsi yang sedang diusut.
“Untuk perkara Jasindo ada dua,” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan pada Selasa (2/7).
Tessa mengatakan kedua kasus korupsi itu menimbulkan kerugian negara. Total negara merugi sekitar Rp 45 miliar.
Dia mengatakan korupsi terkait PT Jasindo yang sedang diusut berkaitan dengan pembayaran komisi agen.
Dalam penghitungan awal, KPK menyebut ada kerugian negara mencapai Rp 36 miliar dalam kasus tersebut.
“Tindak pidana korupsi terkait pembayaran komisi agen oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) tahun 2017-2020. Taksiran kerugian negara Rp 36 miliar,” jelas Tessa.
Sementara itu, kasus kedua berkaitan dengan pembayaran komisi terhadap asuransi perkapalan milik PT Pelayaran Nasional Indonesia (PT Pelni). Kerugian negara di kasus ini mencapai Rp 9 miliar.
“Tindak pidana korupsi terkait dengan pembayaran komisi terhadap asuransi perkapalan milik PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) tahun 2015 sampai 2020. Taksiran kerugian negaranya sekitar Rp 9 miliar,” ujar Tessa.