Kasus.co.id, Jakarta – Sidang lanjutan kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit Pratama Manggalewa, Dompu, digelar di ruang sidang Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Senin (11/11/2024). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga saksi ahli untuk memberikan keterangan.
Sebanyak tiga saksi ahli yang dipanggil adalah pihak Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB, dan akademisi Universitas Mataram.
Ahli pertama yang memberikan kesaksian adalah Yahya, ahli pengadaan barang dan jasa (PBJ) LKPP NTB.
Ia dicecar berbagai macam pertanyaan mengenai proses dan mekanisme PBJ terkait kasus ini.
Sidang yang berlangsung selama kurang lebih tiga jam ini sempat tegang. JPU, penasihat hukum terdakwa Maman, serta saksi ahli sempat beradu urat hingga Majelis Hakim harus memukul palu keras-keras.
Dalam persidangan, Yahya menjelaskan poin penting mengenai proses administrasi yang “ditabrak” dalam proyek pembangunan RS Manggalewa ini. Salah satunya adalah komentarnya mengenai proses pinjam bendera perusahaan konsultan CV Iscon milik terdakwa Christin Agustiningsih oleh terdakwa Hery.
Diketahui, terdakwa Hery meminjam bendera CV Iscon untuk meloloskan dirinya sebagai konsultan perencana.
Menurut Yahya, praktik ini benar-benar menyalahi aturan karena Hery bukan merupakan pegawai resmi CV Iscon.
“Christin harusnya yang memiliki pekerjaan utama sebagai konsultan pengawas. Jika diserahkan ke orang lain, itu tidak boleh,” ucap Yahya di hadapan Majelis Hakim.
Kasus korupsi proyek pembangunan RS Pratama Manggalewa Dompu terjadi pada tahun 2017.
Sebanyak lima terdakwa ditetapkan dalam kasus ini, yaitu Muhammad Kadafi Muammar, Benny Burhanuddin, Maman, Fery alias Hery, serta Christin Agustiningsih.
Sidang untuk mengadili kelimanya telah berlangsung sejak 5 September 2024 lalu. Kasus ini merugikan negara senilai Rp1,3 miliar berdasarkan audit BPKP NTB.