Kasus.co.id, Jakarta – Wakil Ketua Bidang Hukum DPD I Golkar Riau Eva Nora mengomentari soal pemeriksaan mantan Gubernur Riau yang juga Ketua DPD I Golkar Riau Syamsuar. Menurut Eva, kasus dugaan korupsi yang menimpa Syamsuar merupakan strategi politik untuk menurunkan trust terhadap konsestan politik tersebut.
“Saya mewakili beliau sebagai Ketua DPD I, apalagi tahun ini merupakan tahun politik. Apalagi Waketum Golkar saat berkunjung ke Riau telah menjelaskan bahwa Pak Syamsuar merupakan bakal calon Gubernur Riau dari Golkar. Saya perlu luruskan, beliau diangkat menjadi Gubernur Riau itu tahun 2019 dan 2023 mundur jadi Gubernur Riau karena ikut maju DPR RI. Audit ini 2010-2015 artinya tidak ada kepentingan beliau untuk menutupi maupun tidak menindaklanjuti hasil temuan itu,” kata Eva Nora, Sabtu (29/6/2024).
“Kita khawatir dampak sangkaan-sangkaan ini berdampak pada trust beliau di masyarakat, apalagi beliau sebagai bakal calon gubernur. Apalagi awam nanti menilai wah Rp40 miliar (dugaan korupsi), maka saya jelaskan, tak ada kepentingan Pak Syamsuar untuk menutupi hasil audit itu, jangan rancu,” katanya.
Syamsuar mantan Gubernur Riau periode 2019-2023 dan sejumlah pejabat di Provinsi Riau diperiksa Bareskrim Polri. Para pejabat dan mantan gubernur itu diperiksa berkaitan kasus dugaan korupsi di BUMD Riau.
Pemeriksaan para pejabat Riau diduga terkait dugaan korupsi pada BUMD PT SPR Langgak. Nilainya mencapai Rp 40 miliar.
Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Riau, Yan Darmadi membenarkan informasi pemeriksaan tersebut. Menurut Yan, pihaknya dipanggil mewakili Pemerintah Provinsi Riau untuk kapasitasnya di Biro Hukum.
“Memang ada beberapa OPD yang dimintai keterangan oleh rekan-rekan penyidik dari Bareskrim Mabes Polri. Terkait adanya penyimpangan pengelolaan PT SPR,” kata Yan Darmadi.
Yan menyebut beberapa pejabat yang diperiksa, yakni Pelaksana tugas (Plt) Sekdaprov Riau, Indra SE, Kepala Biro Ekonomi, Alzuhra, pejabat di BUMD PT. SPR Langgak, dan Yan Darmadi sendiri selaku Kepala Biro Hukum.
“Saya dimintai keterangan, tentu saya memberikan keterangan sesuai kapasitas di Biro Hukum saja,” ujar Yan.
Sebelumnya, pimpinan daerah lainnya juga tersandung kasus dugaan korupsi gratifikasi di wilayah Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari selaku Bupati Kukar.
Mantan Bupati Kutai Kartanegara itu merupakan kader Golkar yang sudah merasakan dua periode jabatan sebagai Bupati KuKar. Periode pertama Rita menjabat sebagai Bupati Kukar pada tahun 2010 hingga 2015. Kemudian lanjut sebagai incumbent pada periode 2016.
Anak kedua dari Syaukani Hasan Rais ini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada tahun 2017. Rita dihukum 10 tahun penjara dan denda Rp.600 juta dengan subsider 6 bulan. Mantan bupati KuKar tersebut terbukti menerima gratifikasi Rp.110 miliar yang berasal dari proyek pemerintah KuKar dan menerima suap Rp.6 miliar terkait pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit.