Kasus.co.id, Jakarta – Kepala desa (Kades) Kohod, Arsin, bersama tiga tersangka lainnya resmi ditahan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.
Keempatnya dugaaanya terlibat dalam pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) terkait kasus pagar laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten.
Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro selaku Dirtipidum Bareskrim Polri menyatakan keempat tersangka kami tahan, yaitu Kades Kohod Arsin, UK selaku Sekdes, serta SP dan CE selaku penerima kuasa. Yakni pada Senin, 24 Februari 2025 di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta.
Keputusan penahanan itu setelah penyidik melakukan pemeriksaan maraton sejak pukul 12.00 WIB hingga 20.30 WIB. Menurut Djuhandhani, langkah ini untuk mencegah tersangka melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.
“Masih ada kemungkinan barang bukti lain yang belum ditemukan, dan kami khawatir mereka akan mengulangi perbuatannya,” ujarnya.
Keempat tersangka dugaannya membuat dan menggunakan berbagai dokumen palsu, termasuk girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, surat keterangan tanah. Serta surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat. Pemalsuan dokumen ini sejak Desember 2023 hingga November 2024 untuk mengajukan permohonan pengukuran tanah hingga terbitnya 260 SHM atas nama warga Kohod.
Di sisi lain, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa pihaknya telah membatalkan 192 sertifikat tanah dari total 280 sertifikat dalam kasus ini.
“Saat ini tersisa 13 sertifikat yang masih pengkajian lebih lanjut, karena posisinya berada di antara garis pantai dan daratan. Kami perlu berhati-hati agar tidak menimbulkan sengketa di masa depan,” ujar Nusron dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 25 Februari 2025.
ATR/BPN sebelumnya telah membatalkan 17 SHM, sementara 58 sertifikat lainnya berada di dalam garis pantai sehingga tidak dapat terbatalkan.
Berdasarkan keterangan Brigjen Pol Djuhandhani, pemalsuan SHGB dan SHM tanah di Desa Kohod karena motif ekonomi. Penyidik telah melakukan konfrontasi antara Kades Kohod, Sekdes Kohod, dan penerima kuasa. Dalam pemeriksaan, mereka saling lempar jawaban terkait uang dari aksi pemalsuan tersebut.
“Dari hasil penyelidikan sementara, pemalsuan ini demi keuntungan finansial. Kami akan terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap lebih jauh aliran dana yang terlibat,” tegasnya.
Kasus pagar laut di Desa Kohod menjadi perhatian publik karena melibatkan praktik mafia tanah yang merugikan negara dan masyarakat. Proses hukum terhadap para tersangka masih terus berlanjut, sementara ATR/BPN berupaya memastikan keabsahan sertifikat yang telah terbit guna mencegah potensi sengketa tanah di masa mendatang.