Kasus.co.id, Jakarta – Pemerintah didesak Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) untuk segera membatalkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang ada di wilayah pagar laut di pesisir Tangerang.
Walhi berpendapat bahwa penerbitan sertifikat hak atas tanah yang ada di wilayah perairan Tangerang itu melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam ketentuan itu, pemerintah dilarang memberikan hak pengusahaan atau konsesi agraria di perairan pesisir bagi para pengusaha.
Diingatkan oleh Walhi bahwa dalam putusan MK dijelaskan bahwa larangan itu bertujuan untuk mencegah pengkaplingan atau privatisasi yang dapat menimbulkan kerusakan ekosistem lingkungan atau diskriminasi secara tidak langsung.
Menghilangkan hak tradisional yang bersifat turun-temurun, serta mengancam penghidupan nelayan tradisional, masyarakat adat, dan masyarakat lokal,” kata Walhi dalam keterangan tertulis, Selasa (21/1).
Walhi juga menyinggung bahwa dugaan pelanggaran hukum itu semakin menguat lantaran keberadaan pagar laut di wilayah Tangerang dinilai Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak memiliki izin atau ilegal.
“Maka dapat disimpulkan terdapat potensi pelanggaran hukum dalam proses penerbitan sertifikat hak atas tanah tersebut,” tulis mereka.
Berdasarkan itu, Walhi mendesak pemerintah agar segera mengevaluasi dan membatalkan pemberian hak atas tanah pada korporasi dan perorangan di atas wilayah laut Tangerang.
Tak hanya itu, mereka juga meminta agar dilakukan penyidikan dugaan pelanggaran hukum pada proses pemberian hak atas tanah yang melibatkan para mafia tanah baik penerbit maupun pemegang sertifikat.
Walhi pun turut meminta pemerintah untuk menyetop upaya reklamasi pada wilayah pesisir dan laut Banten. Pasalnya, hal itu justru menutup akses nelayan untuk mencari nafkah serta merusak lingkungan di sumber material pengurukan lahan.
“Keempat, membatalkan Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2 karena dijalankan dengan praktik pelanggaran hukum yang terstruktur, sistematis dan masif,” kata Walhi.
Respon Komisi IV DPR
Titiek Soeharto menyatakan lembaganya akan mengecek keaslian sertifikat hak guna bangunan (HGB) di kawasan pagar laut, Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten.
“Itu kami akan cek lagi kebenarannya (sertifikat HGB) kami akan turunkan,” kata Titiek Soeharto saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa, 21 Januari 2025.
Lokasi pagar laut yang membentang di perairan Kabupaten Tangerang ingin dilihat langsug oleh Komisi IV untuk mengetahui masalah yang terjadi.
Pasalnya, keberadaan pagar laut dianggap menyulitkan nelayan ketika ingin mencari ikan di laut.
“Kami ingin melihat sendiri apa yang terjadi di situ (pagar laut),” ucap dia.
Titiek mengatakan komisinya dijadwalkan akan meninjau lokasi pagar laut itu pada Kamis, 23 Januari 2025.
Respon Hadi Tjahyanto
Sedangkan, Hadi Tjahjanto selaku Mantan Menteri Agraria Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengaku tidak mengetahui soal Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) terkait pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Hadi menerangkan bahwa dirinya justru baru mengetahui soal SHGB dan SHM itu terbit pada 2023, setelah polemik soal pagar laut tersebut mencuat.
“Saya baru mengetahui berita ini dan mengikuti perkembangannya melalui media,” ujar Hadi, Selasa (21/01/2025).
Walaupun begitu, Hadi tidak berkomentar banyak mengenai polemik pagar laut di wilayah perairan Kabupaten Tangerang itu, maupun soal penerbitan dokumen sertifikat atas aset tersebut.
Hadi justru meminta semua pihak menghormati langkah Kementerian ATR/BPN yang sedang berupaya mengklarifikasi soal keabsahan dokumen tersebut.
“Saya pikir kita harus menghormati langkah-langkah yg sedang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN dalam rangka memberikan klarifikasi,” kata Hadi.
Hadi mengaku, berdasarkan informasi yang didapatkannya, Kementerian ATR/BPN saat ini sedang menelusuri kesesuaian prosedur dalam penerbitan sertifikat tersebut ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang.
“Salah satunya kalo tidak salah, akan melakukan penelitian ke Kantor Pertanahan setempat apakah prosedur penerbitan hak yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan sudah sesuai dengan ketentuan atau tidak,” pungkasnya.