Kasus.co.id, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai lamban dalam mengusut kasus dugaan korupsi program corporate social responsibility alias dana CSR Bank Indonesia (BI) atau program sosial Bank Indonesia (PSBI) oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).
Pasalnya hingga kini KPK tak kunjung menetapkan tersangka dalam perkara itu. Padahal KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) sejak Desember 2024.
“ICW menilai proses hukum yang tengah berlangsung sudah terlalu berlarut-larut tanpa adanya penetapan satu pun nama tersangka. Padahal, kasus ini sudah lama ditetapkan ke tahapan penyidikan, di mana sudah pasti peningkatan status perkara dari penyelidikan sebelumnya telah didasari dari setidaknya temuan ada minimal dua alat bukti yang cukup sebagaimana diatur oleh UU KPK,” kata Peneliti ICW Yassar Aulia dalam keterangannya, Rabu (5/2/2025).
“Dengan demikian, semestinya perbuatan pidana serta konstruksi perkaranya sudah cukup terang untuk kemudian diidentifikasi pula siapa tersangka dari kasus ini,” imbuhnya.
Turut disoroti juga oleh ICW, terkait saksi yang sudah lumayan banyak diperiksa guna mengusut kasus ini, seperti dua anggota DPR RI, Satori dan Heri Gunawan.
Termasuk penggeledahan di kantor Bank Indonesia dan kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Dapat dipastikan petunjuk-petunjuk yang didapatkan oleh penyidik pasti tidak lah sedikit dari proses tersebut,” kata Yassar.
“Di saat bersamaan, sempat ada pengakuan dari anggota Komisi XI DPR periode 2019–2024 yang menyatakan ke publik bahwa dana CSR BI justru mengalir ke seluruh anggota Komisi XI DPR RI,” sambungnya.
ICW menganggap bahwa KPK betul betul perlu untuk memverifikasi ada atau tidaknya keterlibatan dari pihak-pihak lain seperti politisi dalam penyalahgunaan pemberian dana CSR BI yang seharusnya diberikan ke yayasan penerima program bantuan PSBI.
Salah satu caranya, dapat diungkap identitas-identitas individu yang merupakan pemilik manfaat akhir atau beneficial owner dari yayasan-yayasan yang mendapatkan dana.
“KPK dapat merujuk skema yang telah disediakan oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme,” kata Yassar.
Adapun dana CSR Bank Indonesia yang disalurkan ke Komisi XI DPR dan saat ini sedang diusut KPK ditaksir mencapai triliunan rupiah.
KPK menduga dana CSR menyimpang untuk kepentingan pribadi dengan modus melalui yayasan.
Mulanya penyidik KPK menemukan terjadinya penyimpangan dalam pemberian dana CSR itu.
KPK mengantongi data dan informasi jika dana CSR itu diduga tidak sesuai peruntukkannya.
“Kami dapat informasi, juga kami dapat dari data-data yang ada CSR yang diberikan kepada para penyelenggara negara ini melalui yayasan yang disampaikan, direkomendasikan kepada mereka tapi tidak sesuai peruntukkannya,” kata Direktur Penyidikan KPK, Brigadir Jenderal Polisi Asep Guntur Rahayu, beberapa waktu lalu.
Diduga Yayasan sengaja digunakan lantaran BI tidak menyalurkan CSR ke rekening pribadi.
Para penikmat menggunakan sejumlah cara agar dana itu dinikmati untuk pentingan pribadi.
Biasanya yayasan yang diberikan CSR direkomendasikan oleh pihak yang mengajukan.
Dalam kasus ini, misalnya, yang menyampaikan nama adalah anggota Komisi XI DPR RI sebagai mitra BI.
“Ini kemudian mereka olah. Jadi ada yang kemudian dipindah dulu ke beberapa rekening lain dari situ menyebar tapi terkumpul lagi di rekening yang bisa dibilang representasi penyelenggara negara. Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya,” tutur Asep Guntur.
KPK saat ini sedang mempertajam bukti dugaan anggota Komisi XI DPR RI yang menyelewengkan dana CSR BI.
Upaya itu sejurus dengan pernyataan Satori selaku anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem yang sudah diperiksa pada Jumat, 27 Desember.
Di mana Satori saat itu menyebut jika semua Komisi XI DPR ikut menerima dana CSR.
“Itu yang kita sedang dalami di penerima yang lain. Karena berdasarkan keterangan saudara S (Satori), teman-teman sudah catat ya, seluruhnya juga dapat. Ya, kan, seluruh anggota Komisi XI terima CSR itu,” kata Asep.
Sejauh ini penyidik KPK telah menemukan dugaan penyimpangan penggunaan dana CSR BI di Cirebon.
Wilayah Cirebon merupakan daerah pemilihan Satori saat maju sebagai caleg DPR Pemilu 2024.
Tim penyidik KPK beberapa waktu lalu sudah melakukan penggeledahan di Cirebon, Jawa Barat.
Dari lokasi di Cirebon itu penyidik mengamankan beberapa dokumen.
“Sementara yang kita peroleh saat ini sudah ada penyimpangannya, itu yang di Cirebon. Jadi setelah semuanya terima tapi ada yang amanah ada juga yang tidak sesuai peruntukkannya. Jadi beberapa waktu lalu selain penggeledahan di BI, OJK, juga kita menggeledah beberapa tempat. Salah satunya di Cirebon. Itu di tempatnya saudara S,” kata Asep.
Penyidik KPK sebelumnya telah memeriksa Satori yang merupakan politikus NasDem dan anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra Heri Gunawan pada Jumat 27 Desember.
Usai diperiksa, Satori mengakui menggunakan dana CSR BI untuk berkegiatan di daerah pemilihannya.
“Programnya? Programnya kegiatan untuk sosialisasi di dapil,” kata Satori sebelum meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Satori juga mengatakan seluruh anggota Komisi XI DPR turut menggunakan dana CSR BI untuk berkegiatan di Dapil mereka. Ia menyebut dana CSR itu mengalir melalui yayasan.
“Semuanya sih semua anggota Komisi XI programnya itu dapat. Bukan, bukan kita aja,” ujar Satori.
Diketahui, KPK saat ini melakukan penyidikan dugaan korupsi dana tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia. Pengusutannya menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum pada Desember 2024.
Belum ada nama tersangka di dalamnya tapi dua orang atau bahkan lebih berpotensi dijerat.
Dalam pengusutan kasus ini, penyidik juga telah menggeledah kantor Bank Indonesia hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin malam, 16 Desember 2024.
Penyidik menyita sejumlah dokumen serta barang bukti elektronik dari upaya paksa tersebut.
Selain Satori dan Heri Gunawan, penyidik juga telah memeriksa banyak saksi.
Di antaranya dua pejabat Departemen Komunikasi (Dkom) Bank Indonesia, yaitu Erwin Haryono selaku Kepala Departemen Komunikasi BI dan Hery Indratno selaku Kepala Divisi PSBI-Dkom BI.
Namun, hingga saat ini penyidik KPK belum memanggil dan memeriksa Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
KPK berkali-kali menyatakan pemanggilan Perry Warjiyo terkait kasus dugaan korupsi dana CSR BI akan dilakukan berdasarkan kebutuhan penyidikan.