Kasus.co.id, Jakarta – Bansos menjadi salah satu program unggulan Presiden Jokowi. Nilai realisasi bansos di era Jokowi memang jauh lebih besar dibandingkan Presiden SBY. Realisasi bansos Jokowi sejak 2015 hingga 2023 telah mencapai Rp 3.319,2 triliun. Fantastis!
Anggaran perlindungan social di era Jokowi melesat dari Rp 249,7 triliun pada 2014 menjadi Rp 443,5 triliun pada 2023. Anggaran terbesar disalurkan pada 2020 yakni menembus Rp 498 triliun.
Pemerintah menyiapkan anggaran Rp 496 triliun pada tahun ini. Pada awal tahun, pemerintah telah menyiapkan sejumlah bansos yang akan cair di semester I.
Bansos tersebut antara lain bantuan pangan beras 10 kilogram yang telah disalurkan oleh pemerintah sejak bulan April 2023 dan akan terus disalurkan kepada keluarga penerima manfaat hingga bulan Maret 2024.
Selain itu, bantuan PKH yang juga akan diteruskan pada 2024. PKH dibagikan secara bertahap, tepatnya empat tahap dalam satu tahun.
Bagaimana efektifitas anggaran sebesar itu bagi penurunan kemiskinan di Indonesia? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo, angka kemiskinan di Indonesia hanya turun sebesar 2,2%.
Dalam 10 tahun terakhir jumlah penduduk miskin berkurang 3,06 juta orang. Jumlah yang sebenarnya cukup besar, namun jika dibandingkan dengan total penduduk miskin yang jumlahnya mencapai 25,22 juta orang, angka penurunan tersebut relatif sedikit.
Data BPS yang dirilis awal pekan ini, per Maret 2024 tingkat kemiskinan di Indonesia berada di angka 9,03% dari total jumlah penduduk Indonesia. Tercatat ada 25,22 warga miskin di Indonesia. Sementara pada 2014 lalu, jumlah warga miskin berdasarkan data BPS tercatat 28,28 juta orang.
Tepat satu dekade, di 2024 jumlah warga miskin turun menjadi 25,22 juta orang. BPS juga mencatat, ada penurunan 0,33% dibandingkan angka kemiskinan pada Maret 2023. Selain itu BPS juga mencatat rata-rata jumlah penduduk miskin berkurang setidaknya 300 ribu orang per tahun.
BPS mengklaim, tingkat kemiskinan di Maret 2024 ini yang sebesar 25,22 juta orang merupakan angka kemiskinan terendah dalam satu dekade terakhir.
Sulitnya menekan angka kemiskinan juga diakui oleh BPS. Pasalnya faktor utama yang menjadi penyebab naiknya angka kemiskinan karena kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Seperti diketahui harga-harga kebutuhan pokok selama beberapa tahun terakhir nyaris konstan ada di harga tinggi, salah satunya harga komoditas beras.
Di sisi lain berbagai macam bantuan sosial yang nilainya fantastis hingga ratusan triliun rupiah, nyatanya tak mampu mengentaskan angka kemiskinan atau setidaknya menurunkannya di angka yang signifikan.
Jelang pelaksaan Pilpres 2024, program bantuan sosial ini pun menjadi perbincangan publik karena dianggap hanya digunakan sebagai alat politik pada masa Pemilihan Umum terutama Pemilihan Presiden 2024.
Bahkan program bantuan sosial pun menjadi salah satu materi gugatan dalam sengketa Pemilu beberapa waktu lalu.
Sejumlah pakar ekonomi menilai, kemampuan pemerintah Indonesia dalam mengurangi angka kemiskinan di Tanah Air mengalami penurunan. Sebab, sejak Maret 2019, angka kemiskinan di Indonesia sebetulnya sudah di bawah dua digit, yakni di angka 9,82%.
Namun sejak saat itu hingga kini angkanya masih berkutat di kisaran 9%. Dengan kondisi tersebut, besarnya anggaran untuk bantuan sosial pun banyak dipertanyakan.
Sebab besarnya anggaran bansos nyatanya tak berbanding lurus dengan penurunan angka kemiskinan. Program bantuan sosial yang dibuat beserta penyalurannya pun patut dipertanyakan, sebab terbukti tidak efektif menurunkan angka kemiskinan.
Alih-alih digunakan sebagai instrument menurunkan kemiskinan, Bansos terbukti jadi lahan basah korupsi. Dipastikan, setiap tahun penegak hokum kita berhasil meringkus pelaku garong bansos. Hanya sedikit kerugian negara yang berhasil diselamatkan.
Terbaru, KPK telah menahan dan masih memeriksa sejumlah pihak yang terkait koropsi bansos di Kementerian Sosial pada tahun 2020.
Pemerintahan baru Prabowo – Gibran wajib melakukan evaluasi. Bansos yang sekarang berjalan selain tidak efektif mengurangi kemiskinan, penyalurannya banyak salah sasaran. Pengawasan bansos pun harus ditingkatkan agar tidak menjadi target empuk korupsi.