Kasus.co.id, Jakarta – Bung Karno adalah tokoh politik populer dan memiliki kredibilitas. Proses persidangan dan penahanannya justru makin melambungkan namanya dan mempertebal kepercayaan publik terhadap dirinya sebagi tokoh peregerakan. Masih banyak tokoh lainnya dimana popularitas bersanding erat dengan kredibilitas. Contohnya Bung Hatta, Mohamad Yamin, Natsir, Buya Hamka dan Gusdur.
Fenomena politik saat ini melahirkan praktik politik instan. Sandiaga Uno, misalnya, tiba-tiba dicalonkan sebagai wakil gubernur DKI Jakarta lalu melompat menjadi Calon Wakil Presiden Indonesia. Sandiaga Uno nihil pengalaman politik dan pendidikan politik.
Modalnya adalah popularitas dan kekuatan finansial. Sejak itulah era politik popularitas menjadi fenomea politik tanah air. Lahirlah Gibran, Mungkin disusul Kaesang, Marcel Widianto, Raffi Ahmad, Nagita Slavina dan barbagai pesohor lainnya sebagai “politisi karbitan”.
Kaderisasi dan pendidikan politik internal partai pun mati, diberangus pertimbangan popularitas. Pencalonan kepala daerah dan anggota legeslatif mestinya jangan hanya didasarkan pada pertimbangan popularitas saja. Penentuan pemimpin rakyat itu butuh pertimbangan kredibilitas, kemampuan manajerial dan kematangan dalam mengelola isu.
Pencalonan secara pragmatis akhirnya melahirkan strategi kampanye yang pragmatis pula. Bagi-bagi semako dan politik uang makin lazim digunakan oleh para kandidat sebagai jurus ampuh memikat simpati calon pemilih dan mendulang suara. Praktik politik pembodohan rakyat yang difasilitas oleh komisioner KPU/D yang terindikasi melanggar etik dan hukum. Lengkap sudah masa suram politik Indonesia.
Pilihan artis dan selebritis untuk maju dalam pilkada adalah pertimbangan mendulang suara saja. Tak ada sebersit pun niat untuk mencari pemimpin yang amanah dan loyal melayani rakyat.
Jadi jangan heran jika jabatan publik hanya dijadikan wadah bancakan, korupsi, mengeruk uang rakyat dan digelontorkan untuk mengembalikan biaya politik, mensejahterakan keluarga, pacar, selingkuhan dan partai politiknya.
Pantas saja SYL murka dan mengatakan bahwa menteri lainnya juga melakukan hal serupa seperti dirinya.